Saturday, November 6, 2010

Based on true story 1

Perempuan itu Fira, awal saya bertemu dengan dia seakan pandangannya kosong, memungut buku yang berserakan di depan sebuah perpustakaan besar di pinggir jalan. Saat saya berhasil membantu dia mengumpulkan buku-bukunya, dia hanya terdiam memandangi saya dan berlalu begitu saja. Pikir saya, “tidak tahu terima kasih sekali cewek itu” tapi ya saya bukan orang yang terlalu peduli hal-hal semacam itu, saya pun pergi.
Dua hari kemudian, saat saya dirumah hanya dengan pembantu rumah tangga saja, bel rumah saya berbunyi. Saya keluar dari kamar dan langsung membuka pintu. Saya sempat mengedipkan mata saya berulang kali, namun benar saja yang saya lihat adalah Fira. Long dress putih berenda,bercorak bunga berwarna pink manis dipasangkan dengan sepatu hitam yang tak kalah cantik,itulah yang Fira kenakan. Buru-buru saya sapa dia dan mempersilakan dia masuk namun seperti awal bertemu pandangannya kosong, terdiam, namun kali ini dia membawa kotak putih dan memberikan kepada saya, lalu langsung menaiki mobilnya dan berlalu. “Aneh” itu yang langsung ada di benak saya. Kemudian saya menutup pintu dan langsung mengecek apa yang ada di dalam kotak putih itu. Ternyata itu kue tart Tiramisu. “wow! Darimana dia tau saya suka sekali dengan kue ini!” seru saya. Namun tiba-tiba saya tersentak dan muncul dibenak saya pertanyaan “dari mana dia tahu alamat rumah saya?” namun sekali lagi saya tak terlalu ambil pusing.
Seminggu kemudian,saya pergi ke sebuah mall di daerah Pondok Indah berniat mencari novel yang sudah lama saya inginkan, namun baru saja saya masuk ke dalam mall itu,saya ditegur oleh seorang ibu tua. Tidak mungkin saya tidak kaget dan bingung. Untungnya ibu tua itu langsung  menjelaskan bahwa beliau adalah nenek dari Fira, saya pun akhirnya tahu nama perempuan itu adalah Fira dari beliau. Nenek itu mengajak saya duduk di salah satu coffee shop terkenal di mall itu yang menyediakan Vanilla Latte kesukaan saya. Tiba-tiba nenek itu berkata “persis sekali”. Tentu saya bingung apa maksud beliau, kemudian beliau bercerita panjang untuk menjawab kebingungan saya. Inilah cerita beliau :
“Fira Ardina, dia cucu kesayangan saya. Dia pandai bermain piano dan menari balet. Dia suka sekali bercanda dan tertawa, sangat ceria. Mungkin kamu bingung kenapa sepertinya penilaian saya tentang dia berbeda, bukannya pasif dan pendiam. Perceraian orangtua nya adalah awal perubahannya. Ayah ibu nya bercerai saat Fira berumur 13 tahun, Fira sangat menolak keputusan orangtuanya itu tapi itu semua tidak bisa diubah lagi. Fira tinggal bersama ibu dan kakak perempuannya di rumah saya. Saya ingat waktu itu Fira sangat senang bermain piano bersama kakak perempuannya, sungguh menyenangkan sekali mengingat kenangan itu. Ibu mereka sangat sibuk bekerja jadi Fira sangat dekat dengan saya dan kakak perempuannya, apapun yang dia alami di sekolah selalu dia ceritakan dengan seru dan penuh ekspresi walaupun saya sadar ada sebagian kecil keceriaannya terenggut. Suatu hari Fira merengek kepada ibu nya untuk diizinkan pergi menjenguk Ayahnya yang tinggal di Amerika, sudah berulang-ulang kali ibu nya tidak mengizinkan Fira pergi, karena saat itu umur Fira baru saja menginjak 15 tahun. Namun kakak perempuannya memberi solusi, dia berniat ikut pergi bersama Fira untuk menemani Fira sehingga ibu nya tidak perlu khawatir. Memang dari dulu kakak perempuannya Fira sangat pintar membujuk ibu nya untuk menyetujui pendapat dia. Akhirnya dengan berat hati ibu nya melepaskan kedua anak perempuannya pergi menjenguk mantan suaminya itu. Saya ingat janji mereka kepada saya waktu sebelum mereka berangkat, mereka berjanji kepada saya untuk selalu mengirimkan postcard saat mereka disana. Ya seperti kata mereka, mereka kirimi beberapa postcard kepada saya, saya bisa rasakan begitu bahagianya mereka disana. Namun kenapa Tuhan hanya membiarkan kebahagiaan itu berlangsung sesaat? Itu pertanyaan yang tidak akan dapat saya temui sampai sekarang.........”
Cerita nenek itu terhenti dan beliau pun terisak-isak, saya berusaha menenangkan dan memberikan segelas air putih hangat untuknya. Saya lihat beliau terdiam sesaat dan pandangannya seakan menahan perih. Kemudian beliau melanjutkan pelan :
“.....Danar Desianti, kamu mirip sekali dengan dia....” kata nenek itu sangat pelan dan kembali menangis. Mungkin jika saya dapat melihat cermin saya bisa melihat kerutan-kerutan bingung di dahi saya. Pertanyaan mulai bermunculan, siapa Danar Desianti?, kenapa saat menyebutkan namanya nenek itu sangat sedih? Apa yang terjadi kemudian?.
“.....kejadian itu berlangsung sangat cepat. Saya sempat berharap itu hanya mimpi saat saya meneriman telepon dari polisi bahwa salah satu cucu saya tewas disebuah kecelakaan pesawat. Tangan ini lemas seperti mati rasa, kaki tua ini seakan tak mampu menahan tubuh saya. Saya sempat terduduk sebentar untuk menyadarkan diri saya bahwa ini semua nyata. Lalu dengan sisa-sisa tenaga saya, saya coba mengangkat telepon kembali dan menghubungi telepon genggam anak saya atau ibu mereka.”
Nenek itu kembali tenggelam dalam lamunannya kemudian meneguk sedikit kopi Cappucino nya dan sedikit berdeham untuk membersihkan tenggorokkan.
“....Linda jatuh terduduk disamping jenazah anaknya, dia menangis sangat keras. Namun saya hanya kuat memandang dari kejauhan, seakan kaki saya kaku tidak mau diminta untuk melangkah. Di sudut rumah sakit yang terasa sangat pengap dan berisik, saya melihat tatapan kosong gadis yang sangat saya kenal, Fira. Tak ragu, saya hampiri dan memeluknya erat, saya juga tak kuasa menahan tangis, namun ada rasa syukur yang mendalam di hati saya bahwa Tuhan tidak memanggil kedua cucu saya. Namun Fira sangat berbeda saat saya memeluknya, dia tidak membalas pelukan saya, dia sangat acuh dan diam. Saya berusaha ajak dia berbicara namun dia tak mengeluarkan sepatah kata pun. Kemudian seorang pria berjubah putih yang saya sadari adalah dokter menghampiri saya dan berbisik pelan dan tenang. Kemudian saya bisa rasakan betapa jantung ini seakan ingin berhenti karena terlalu terkejut, terkejut menerima kenyataan bahwa akibat kecelakaan pesawat itu, beberapa syaraf Fira terganggu yang menyebabkan Fira menjadi bisu dan tuli. Tanpa saya sadari Linda berdiri tepat dibelakang saya dan mendengar perkataan dokter. Seakan tak kuat menahan beban yang secara bersamaan datang, Linda pun jatuh pingsan...”
Ok salah satu pertanyaan saya terjawab namun apa hubungannya Danar Desianti? Siapa perempuan itu?. Saya dapat merasakan bagaimana beratnya nenek itu menceritakan kenangan menyedihkan semacam ini kemudian muncul lagi di benak saya, apa tujuan nenek itu menceritakan ini semua kepada saya?. Sebelum makin banyak pertanyaan yang muncul di benak saya, nenek itu melanjutkan ceritanya.
“....Danar Desianti binti Permadi Brotokusumo, lahir 18 April 1987 , wafat 20 Juni 2007. Itu yang tertulis di nisan. Saat pemakamannya, Fira memutuskan untuk tinggal dirumah dan mengurung dirinya di kamar. Saya lihat begitu banyak sekali orang yang datang untuk melihat dan memberi penghormatan terakhir untuk Danar, bahkan Permadi juga datang. Saya bisa lihat wajahnya yang sangat amat terpukul dan sedih, namun berusaha untuk tetap tenang dan tegar. Sesampainya saya, Linda dan Permadi di rumah, kami langsung mengecek kondisi Fira. Kami melihat kamar yang berantakan dan terdapat robekan-robekan foto berserakan di lantai kamarnya. Permadi langsung lari memeluk Fira yang terduduk diam tanpa ekspresi di sofa kecil yang ada di sudut kamar. Saya dan Linda coba memungut robekan-robekan foto itu dan mencerna foto siapa yang Fira robek dan hancurkan berkeping-keping seperti itu. Kami sama-sama tersentak kaget. Foto itu adalah foto Danar, kakaknya. Berbulan-bulan Fira begitu, bahkan dia tak mau sekolah dan bertemu siapa-siapa selain saya dan Linda. Sesekali Permadi menjenguknya.”
Pada bagian ini saya mulai bisa mencerna semua cerita sedih ini. Saya semakin penasaran tentang cerita selanjutnya, saya pandangi nenek itu. Sesekali beliau menggeleng pelan, seakan ingin menghilangkan kesedihan itu yang ada di otaknya. Saya hampir memupuskan rasa penasaran saya namun tiba-tiba nenek itu menarik nafas dan berkata lagi
“5 bulan yang lalu Fira baru saja berhenti menjalani terapi ke Psikiater. Fira seperti mengalami kesedihan dan kehilangan yang sangat mendalam hingga dia tidak ingin melihat wajah Danar lagi, namun sekarang kondisinya sudah jauh lebih baik. Tidak lama dari kematian Danar, Linda dan Permadi memutuskan untuk memberikan terapi mental kepada Fira. Sudah kira-kira 2 tahun Fira menjalankan terapi itu. Mungkin kamu bingung ya kenapa saya tiba-tiba menghampiri kamu dan bercerita panjang seperti ini, ngomong-ngomong saya belum tahu nama kamu.”
Saya menyebutkan nama lengkap dan panggilan dengan cepat sambil tersenyum, saya berharap senyuman itu tidak terlihat memaksa karena saya benar-benar penasaran dengan apa yang akan nenek ini katakan selanjutnya.
“Amanda Sastradian,hmm Amanda. Itu nama yang bagus. Saya Bertha. Amanda, 2 hari lagi datang kesini ya.” Kata nenek Bertha sambil menyodorkan secarik kertas yang terdapat tulisan tangan. Saya tidak ragu lagi kalau itu adalah sebuah alamat. Tanpa meminta persetujuan saya, nenek Bertha membayar bill dan pergi dengan tersenyum. Saya pun membalas senyumannya.
2 hari kemudian
                Ragu-ragu saya pencet bel sebuah rumah mewah nan besar di bilangan Menteng. Dapat saya lihat ada seorang satpam menghampiri saya dan saya heran, mengapa satpam itu tidak menanyakan siapa saya ataupun apa tujuan saya datang ke rumah itu. Satpam itu langsung mempersilakan saya masuk. Sesaat saya mengagumi betapa Indahnya halaman rumah itu, dan tiba-tiba di ambang pintu saya melihat muka yang sangat familiar.
                “selamat datang Amanda sayang,ayo masuk. Kamu sudah ditunggu oleh yang lain” ucap nenek Bertha ceria. Saya pikir itu bukan rumah tapi itu istana! Sangat besar dan warna coklat dan kuning gading mendominasi interior dalam rumah mewah itu. Nyaman dan sejuk, itu yang saya rasakan saat masuk lebih dalam lagi. Saya bisa melihat meja panjang berukir dan terdapat banyak makanan lezat diatasnya, ada 1 orang pria, 1 orang wanita, dan 1 orang gadis disana.
                “halo saya Linda, ini Permadi ayahnya Fira dan Danar dan tentu kamu sudah bertemu dengan anak bungsu kami, Fira Ardina. Silakan duduk disini.” Ucap tante Linda lembut sambil menarik salah satu kursi. Di depan saya, tepat dan jelas saya lihat Fira memandang saya diam namun tak cemberut atau marah. Hanya diam namun manis.
                “Kak,lihat deh aku bawa apa buat kakak! Taraaa! Kue Tart Tiramisu! Ayo dong dibuka,cobain ya. Ini aku beli di toko baru di dekat sini loh kak, kata teman-teman sih enak banget, cobain ya kak!” itu tulisan yang bisa saya lihat di secarik kertas yang disodorkan tiba-tiba oleh Fira. Sejak makan siang bersama itu, kira-kira sudah setahun saya menjadi kakak angkat Fira. Muka dan sikapnya yang manis membuat saya luluh akan bujukan dia untuk jadi kakaknya waktu itu. Saya sudah terbiasa berbicara melalui kertas dengannya dan yang membuat saya bangga dan senang Fira kembali pada piano dan baletnya serta dia sudah melanjutkan prestasi juara di dua bidang itu lagi.
 Memang benar Danar mirip dengan saya, tapi jangan bayangkan kami mirip seperti anak kembar, namun percaya atau tidak kami punya lesung pipi yang letaknya sama, jenis dan warna rambut kami sama, sifat kami sama, dan kesukaan serta selera kami pun sama. Saya tahu itu semua dari sisa-sisa foto yang masih rapi simpan oleh Mama Linda dan cerita dari beliau.
Saya tidak meninggalkan keluarga saya untuk menjadi kakak angkatnya namun dalam sebulan, ada 1 minggu saya luangkan untuk tinggal bersamanya di rumah mewah itu. Inilah yang nenek Bertha mau, setidaknya saya bisa mengabulkan permintaan terakhirnya. Ini surat yang nenek Bertha tuliskan kepada saya entah berapa lama sebelum beliau meninggal.
                “Amanda, nenek tahu kamu bukan Danar namun nenek merasakan Danar hidup di diri kamu. Nenek senang akhirnya ketulusan hati Danar hidup kembali di keluarga kami. Walaupun kamu bukan cucu kandung nenek,tapi nenek sama besarnya menyayangi kamu. Tolong  jaga Fira ya. Trima Kasih Amanda.. Salam sayang Nenek Bertha”

Thanks to my friend Amanda Sastradian that who want to sharing her true story for me..
                                                                                                   
-rsm-

No comments:

Post a Comment